Rabu, 16 November 2016

Dicabuli oleh Bapakku sendiri

Dicabuli oleh Bapakku sendiri
Dicabuli oleh Bapakku sendiri

Saat usiaku menginjak 14 tahun, kedua orang tuaku sudah bercerai. Ibu ku kawin lagi dengan pria dambaan nya membawa adit, yaitu adikku kandung. Mereka pun tinggal di tengah kota, dirumah barunya. Sejak itu pula aku hidup bersama Bapakku dirumah kami dikampung dekat pesisir, Sebagai perempuan yang tumbuh di antara keluarga miskin dilingkungan pesisir, saya terbiasa hidup dan kerja keras membantu bapak ibuku sebagai nelayan. 

Kampung kami di pesisiran pantai sekitar jepara dan agak jauh dari kota, saya pun tumbuh menjadi gadis kurang pergaulan. 

Panggil saja saya Emi, wanita berusia 17 tahun, saya yang sudah menikah dan sedang hamil. Saya berani mengisahkan cerita ini karena Bapak kandungku sendiri sudah di dalam penjara 7 bulan, setelah sempat di hajar sama suamiku sendiri Mas Narto. Pada Kehidupanku sebelumnya bersama Bapak berjalan sangat normal sekali . 

Untuk makan sehari-hari, Bapak masih sanggup mencari nafkah sebagai nelayan, sedangkan saya turut membantu bulek berjualan apa aja dipasar. Hingga aku menginjak usia 16 tahun, dan tumbuh menjadi gadis yang cantik di kampung. Dan saat Diusia 16 tahun saya di lamar Mas Narto , ponakan bulek ku. 

Dimalam pertama kami, saya benar-benar sangat bahagia dan senang sekali bersama Mas Narto. Malam itulah saya berikan semua yang saya miliki padanya, sangat indah buat ku. Mas Narto mengecup di dahi ku saat kita di dalam kamar, usai pesta pernikahan kami di malam itu. 

"Aku Sayang kamu Emi..” 

"Saya juga Mas Narto.." jawabanku tulus dan kami pun saling memadu kasih dengan berpelukan mesra . 

Kecupan Mas Narto didahi ku terus menjalar ke arah bawah yaitu pipi, hidung, dan selanjutnya Mas Narto mengecup bibirku dan mengulumnya dalam- dalam. Tangannya mulai melucuti pakain yang saya pakai, melucuti BH yang saya pakai, lalu menyentuh puting susu ku, dan meremas serta mencubit kecil puting susuku. 

" Aduhh Mass Narto, gak kuat Mas," 

“ Geli…………….” 

Dan saat ini lah tubuh ku baru di jamah lelaki yaitu suami ku sendiri , hati dan perasaanku campur adukk tapi berasa enak dan plong. Mas Narto terlihat bringas sekali, seoertiu hewan buas yang siap untuk menerkam mangsanya kemudian melepaskan seluruh pakaian yang saya kenakan dan kemudian melepaskan seluruh pakaian saya juga. 

"Tenang ya istri ku Emi sayang, sedikit sakit kok.. ??”

“ nanti juga lebih hangat "  

Dan kemudian Mas Narto menindih tubuhku. 

"Uuuuh….auuuuchhh mass, sakit sekali Mas,!!!!" 

“ Enaakkkk Masss….!!!!!” 

Saya sedikit menjerit saat benda yang keras dan tumpul itu menerjang meki ku . Waktu malam pertama itu saya di jamah Mas Narto dengan nafsu yang buas, dan tak memberikan saya kesempatan untuk mencapai klimaks yang saya butuhkan. 

Tapi saya pikir tidak apalah dan tidak masalah. Saya sangat bahagia hidup bersama suamiku, namun rasa hormat saya pada Bapak tak pernah saya lupakan . Walau saya dan Bapak saya hidup beda rumah, dengan jarak 500 meter. Kadang kala saya bawakan Bapak makanan dan minuman. 


Dan Mas Narto mengingatkan ku untuk menyuruh saya untuk tetap memperhatikan Bapak yang mulai tua, dan jarang nelayan lagi. Dan selama itu segelanya masih lancar2 saja. 


Pada saat itu , lima bulan setelah aku tlah menikah, saya berkunjung kerumah Bapak yang jaraknya agak sedikit jauh dari tetangga dikampung . dan Saat itu saya telah mengandung dua setengah bulan. 

“ Saya bawakan lauk dan nasi. BApak tidaak usah masak lagi untuk nanti malam tinggal panasin saja," 

sahut saya tiba dirumah Bapak. 

" Makasih ya Nak. Kamu ini benar-benar anak baik," kata Bapak seraya menghampiri dan mengecup pipi ku. 

Saya pikir kecupan itu pertanda kasih sayang seperti yang selama ini diberikan saya selama ini , lantas saya biarkan saja itu dan kemudian saya menuju ke belakang untuk meyalin makanan dari rantang yang kubawa ke tempat makanan yang ada di rumah bapak. 


Dan ternyata Bapak mengikuti saya ikut ke dapur, lalu disaat saya sibuk menyalin makanan dimeja makan, kemudian Bapak memelukku dari arah belakang. 

"Kamu sudah hamil ya Nak" 

tanya Bapak sambil memeluk dan memegangi perutku dari belakang. 

"Iya nih Bapak, sebentar lagi saya akan kasih Bapak cucu," jawab saya 

membiarkan Bapak tetap memeluk, karena saya pikir Bapak sangat menyayangi saya. 

"Kalau sudah mulai hamil, perutmu harus sering diusap dan dipijit pelan supaya bayinya tidak nyungsang ," Bapak berkata itu 

sambil mengusap perutku dengan posisi tetap memelukku dari belakang. saya biarkan saja Bapak melakukan itu sementara saya masih tetap sibuk memindahkan makanan untuk Bapak. 

"Si Narto sering mijitin kamu dak Nak ???” Bapakku bertanya lagi. 


"Ahhhh Bapak ini, Mas Narto kan kerja, pulangnya capek mana sempat mijitin saya. 

Bukannya saya sebagai istri yang harus mijitin Mas NArto?" 

saya jawab Bapak dan melepaskan pelukan Bapak, lalu saya pindah ke ruang tengah . Seperti biasanya sebelum pulang saya sempatkan untuk berbincang bersama Bapakku. 

Selain menanyakan kebutuhan apa saja yang harus saya bawakan, saya juga curhat tentang sikap mertuaku, ibu Mas Narto yang sampai saat itu belum bisa saya akrabi sebagai menantu. 


Eh, Bapak justru membicarakan masalah kehamilan saya saja, masalah perawatan janin diperut saya , termasuk masalah harus rajin di usap dan dipijat perut nya. 

"Nah.. saat suami mu kan nanti malam melaut, kamu datang saja dan kemari saja supaya Bapak bisa pijitin kamu ya Nak ," begitu pinta Bapak sebelum saya pulang. 

saya pun Ok OK saja, soalnya biasanya Mas Narto pulangnya agak siang setelah melaut. Lagian , dirumah mertua saya sering bingung mau melakukan apa- apa aja, maklum mertua saya kan belum senang dengan kehadiran saya. 


Malam itu setelah Mas Narto pamit melaut, saya langsung kerumah Bapak. Tentu saja saya pamit ke ibu mertua untuk menengok Bapak, kata saya pada mereka, Bapak sedang sakit. 

Saat saya datang, Bapak sedang mendengarkan siaran radio sambil dudukan dengan santainya . 

“ Halo Bapak…Malam??. kok malah ngelamun aja sih?" tegur saya sambil menatap pandangannya. 

"Iya Nak , Bapak lagi ingat masa muda dulu," ucap Bapak .. 

"Tuh kan Bapak jadi cerita, jadi dak nih mijitin saya? 


katanya sayang sama cucu yang masih diperut ini?" 

saya merajuk menghentikan ceracau Bapak tentang hidupnya. 

"Iya..iya, Nak..tapi sekarang kamu mandi dulu sana," suruh Bapak. 


Langsung saja saya mandi dan terus ke kamar Bapak. Saat itu seluruh pakaian saya lepaskan dan hanya menggunakan kain sarung milik Bapak untuk menutup tubuhku. Biasanya dikampung ini, melilit tubuh dengan sarung sudah jadi tradisi tiap wanitanya. 

"Sekarang berbaring diranjang itu ya Nak, Bapak ambilkan minyak telon dulu,"

Pandangan Bapak ke arah tubuhku dengan senyuman, lalu meninggalkan saya sendirian dikamar, saya pun menunggunya sambil berbaring diranjang. Tak lama kemudian Bapak datang membawa sebotol kecil minyak telon. 


"Memang susah anak muda sekarang, nggak perhatian sama istrinya yang sedang hamil," 

Bapak bicara terus sendiri ketika duduk ditepi ransaat mau mijitin saya. 

"Iya, untung saya masih punya Bapak yang perhatian ya Pak," ucap saya

Tangan Bapak segera melepskan kain sarung yang saya kenakan dibagian atas, sehingga payudara ku terlihat. Tetapi saya sama sekali tak malu karena sejak kecil sampai gadis pun saya sering dilihat mandi telanjang oleh Bapak. 


Jemari Bapak yang gede mulai mengusapi perut saya dengan minyak telon, sesekali tangannya memijit di bagian perut. 

" Laiya kan? Posisi bayimu agak sungsang, kamu sering merasa sakit ya?" 

Bapak bertanya sambil tangannya terus memijiti di bagian perut. 


"iy Bapaak.., sering capek juga badan ini," jawab saya menikmati pijitan Bapak. 

"Ya sudah, nanti Bapak pijitin seluruh badanmu ya," Bapak mengatakan itu, 

lalu pijitannya pindah ke arah betis, pijatannya bergantian betis dan perut. Sambil dipijit, saya dan Bapak tetap sambil ngobrol, mulai masalah bahan baku yang sedang tak stabil, sampai masalah masa lalu Bapak dengan ibu saya. 


"adUhh.. aduuuh…aduuuh…sakit BApak ," 

saya agak berteriak saat merasakan sakit dibagian perut saat tangan Bapak memijit. Bapak menghentikan pijitannya, tetapi tangannya tetap berada diatas perut saya. 


"Apa Ini ya yang sakit Nak ? 


Wah.. ini bisa bahaya, kalau dibiarkan nanti anakmu bisa cacat lho kalau lahir," kata Bapak dengan raut wajah serius. 

"gak normall? 

Jadi gimana dong Bapak, Emi tidak pingin kejadian itu terjadi Bapak???”  



Saya takut sekali waktu itu, takut menanggung malu jika kelak melahirkan anak yang tak normal. Bapak tak langsung menjawab pertanyaanku, ia kelihatan sedang berpikir, tapi kemudian tersenyum. 

"Bisa kok Bapak obatin, tapi Bapak harus siapin obatnya dulu ya," 


Bapak kemudian meninggalkan saya sendirian dalam kamar. Tak lama Bapak datang lagi dan membawa ramuan herbal . Bapak kemudian menjelaskan padaku bahwa ia akan mengobati kehamilanku dengan pengobatan tradisional. 

"Tapi Bapak harus masukan ramuan herbal ini kedalam rahimmu ya sayang, kamu bisa tahan sakit sedikit kan?" 

Bapak mengatakan itu dengan sangat meyakinkan. Saat itu saya sedikit ragu, apalagi Bapak bilang kalau dia akan memasukan ramuan herbal itu dengan cara menyemburkan nya di meki saya. 


Tetapi saat saya ragu Bapak berkali-kali meyakinkan saya . Sampai sekarang saya pun tak tahu pasti apa kata Bapak itu benar atau hanya sekedar akal-akalan nya saja. 

Tetapi yang jelas, saat itu saya menurut saja ketika Bapak menyingkap sarung yang saya kenakan dibagian bawah dan meminta saya untuk membuka kaki dalam posisi terlipat, seperti posisi wanita yang hendak melakukan hubungan intim. 


Bapak sendiri naik keranjang dengan posisi bersimpuh dihadapan selakangan kaki saya. 

Terus terang saya sangat malu dan kikuk menyadari betapa memek saya terpampang jelas tanpa penghalang didepan mata Bapak saya sendiri. 

"Kamu tenang saja ya Nak, tidak lama kok," katanya, 

lalu meneguk ramuan herbal yang di dalam mulutnya yang menggelembung. saya kok sangat penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya, apalagi saat kepala Bapak mulai merunduk melewati dua pahaku, mendekati memek saya yang tak memakai apa apa. 


Beberapa detik kemudian saya rasakan dingin mejalar dipermukaan bibir memek saya, rupanya Bapak sudah menyemburkan ramuan herbal ke dalam tepat di bagian memek saya. Yang saya rasakan selain dinginnya ramuan herbal, juga perasaan geli dibagian itil . 

Bapak mengulangi lagi meneguk ramuan herbal itu dan menyemburkan ke memek , beberapa kali. Hal itu menimbulkan perasaan tak menentu padaku, jadi geli, dingin bercampur enak. 


"Gimana Nak, sudah agak membaik rasa sakitnya?" Bapak bertanya padaku. 


Namun belum sempat saya jawab tangan kanan Bapak tiba-tiba menggerayangi memekku . 

"Sabar ya, Bapak harus pastikan ramuan herbal ini masuk sampai kerahimmu Nak," katanya, 

sambil tangannya terus mengusapi bibir tempik ku . 

Usapan tangan Bapak di memek yang sudah basah terkena ramuan herbal membuat sensasi tersendiri saat saya rasakan,saya pun tak bisa berkata-kata lagi karena mendadak lemas seluruh sendi tubuhku. 


"OOOUhh Bapaak sudah ya BApaak.., 


Emi sudah nggak tahan geliinya," ucap saya 


meminta Bapak menghentikan aksi usapnya, tetapi kedua tangan saya tak menahan tangan Bapak yang aktif, 

tetapi tangan saya justru meremas remas sarung yang saya kenakan . 

"Disini ya sayang yang geli itu," 

Bapak bertanya sambil jempol kanannya menekan klitiku dan memeilin milin zona sensitifku itu memutar kecil. 

"AArrrrghhhNnnghh.. iya Bapak.. geli sbanget deh disituhh," 


Dan nafas mulai tak teratur menahan geli yang nikmat dibawah usapan jempol Bapak dibagian klitiku. Rasa gatal yang sangat saya rasakan di ujung kedua puting sudah mengembang pertanda birahi yang mau saya alami. 

Bapak meneruskan garapannya mengusapi klitiku dengan jempolnya, usapan itu perlahan melemah dengan posisi jempol beranjak menjauh dari klitiku . 


Saat itu saya sudah sangat terangsang sekali oleh Bapak, pinggul saya kini yang naik mengejar jempol Bapak agar tak meninggalkan klitiku . 

Saya menggelepar dengan napas sudah sangat tidak teratur lagi, pikiran saya sudah melayang dan tak ingat lagi bahwa yang merangsangku adalah Bapak saya sendiri. 


Tapi disaat saya sudah sangat terangsang seperti itu, Bapak justru menghentikan garapannya di klitiku . 

Pinggul saya yang tadinya sedikit mengangkat mencari jempol Bapak langsung nyungsep lagi, saya terpejam menahan birahi yang bergelora ditubuh ini. 

"Auchh Bapak,?"


mendadak malu saat Bapak menatapku, malu karena saya seperti meminta hal yang lebih dari Bapak ku sendiri . 


"Nak... sepertinya ramuan herbal itu kurang masuk benar di dalam rahimmu. Bapak ulangi lagi ya nak ," kata Bapak. 


"Bapakk.. sudah ya, Emi.. udah gak tahan dengan gelinya," pintaku, 


tapi anehnya tubuh syaa masih ingin berbaring seolah tak ingin menjauhi Bapak. 

Bapak tak menjawab permintaan yang saja ajukan dan kembali meneguk ramuan herbal lalu ditampung dimulutnya. Lantas saya memejamkan mata saat kepala Bapak kembali tunduk mendekat ke selakangan kembali. 

Dan saya kembali merasakan dingin di permukaan meki saya saat Bapak mulai menyemburkan kembali ramuan herbal tersebut tapi kali ini lain, setelah semburan itu saya merasa ada benda kenyal nan lembut menjilati permukaan meki . 


saya pikir itu jemari tangan Bapak, tetapi tidak, itu bukan tangan, sesuatu yang lembut, hangat, dan kenyal itu adalah lidah Bapak. Ya, Bapak mengusapi tepatnya menjilati permukaan meki dengan lidahnya. 


 "Uhhhh…..Aiiiissh…..Ihh.. mmpphh Pakk,,,,,,,,,,," 


Saya gak kuat menahan rasa nikmat yang dijilati oelh Bapak, terus terang sejak kawin dengan Mas Narto belum pernah saya merasa ini dan diperlakukan seperti itu. Mas Narto selalu main to point, tanpa rangsangan lebih dulu sehingga selama ini saya sendiri belum pernah merasakan apa yang disebut klimaks orgasme. 


Jilatan Bapak mulai mendalam , kini lidahnya justru sering menelusup belahan bibir memek yang mulai banjir. Cairan bening kental dari meki disedot abis oleh Bapak seperti menyeruput kopi hangat dari gelasnya. 

"AAiisssshhhht .. BApaaak.. “ 

“Emi gak tahann banget .. “ 


“OOouhh.." 

 Saya mulai menggelinjang tak menentu rasanya. Namun disaat saya mulai meningkat tinggi, Bapak menghentikan lagi garapannya di memek, membuat saya lemas dan lepas landas menahan birahiku sendiri. 


"Nak….Bapak agak sulit masukan ramuan herbal itu kerahimmu. Tahan sebentar lagi ya," katanya. 

"BApak .. cepetan ya, Emi gak kuat lagi, geli sekali Pak ," 

saya merasa semakin lemas karena birahi ini dipermainkan seperti itu oleh Bapak. Saya berkhayal seandainya Mas Narto ada tentu dialah yang akan memuaskan dengan rudal nya , karena saya merasa sudah siap betul dan ingin sekali untuk disetubuhi lelaki. 


Tapi pikiran itu saya hilangkan , karena bukankah Bapak yang sedang mengobati kandunganku? 

Saya tak berpikir bahwa Bapak pun terangsang saat itu. Lalu saya rasakan nafas Bapak kembali mendekati memek , setelah meneguk ramuan herbal yang hampir habis . 


Bapak tidak lagi menyemburkan ramuan herbal itu dengan berjarak dari meki , tetapi bibir Bapak langsung menempel dibibir meki ku dan bapak menyemburkan ramuan itu. 

Kurasakan aliran air itu masuk hingga ke dinding rahim, rasanya sama seperti saat Mas Narto meletupkan pejuh nya ketika kami melakukan seks. 

Setelah itu bibir Bapak melumati bibir mekiku, lidahnya mulai masuk dibelahan mekiku membuat nikmat yang sangat dasyat dibagian sensitif itu, saya sangat benar-benar lunglai dibuat Bapak. 

Kini jemari tangan Bapak turut menggrayangi mekiku, membukanya lebar dan lidahnya menyapu kliti ku dari atas kebawah dan sebaliknya dari bawah keatas. 

"Ouccchh.. Aiiiiiisshhhh……..Pak.. suddhah yaa PAk, ..??” 

“Emi mau pipis rasanya ah.." 

seluruh sendi2ku terasa ngilu dan mengembang bersama kedutan kecil didinding mekiku, saya hampir sampai di puncak birahi ku . 

"Iya Nak, sudah selesai kok," lagi-lagi Bapak menghentikan garapannya , tapi saat saya buka mata ternyata kali ini tubuh Bapak sudah berada diatas tubuh saya dengan bertopang pada dua tangannya. 


"Pak.. kok Bapak begitu? Ouchh Aiiishhh…..Pak….. ahh," 

Belum habis kagetku karena Bapak menindih, saya merasakan ada benda tumpul yang keras yang sedang menerjang ke arah mekiku. Ternyata Bapak sudah melepaskan celananya dan penisnya yang tegang dimasukan ke meki saya. 


Saya yang hendak berontak karena hal itu sangat lah aneh dikampungku dan dimanapun, bukankah seorang Bapak tak boleh melakukan itu pada anak gadisnya . 

Perang bathin yang saya alami saat itu, saya ingin mendorong tubuh gempal Bapak namun saya sudah sangat lemas. 


Sementara dorongan birahiku ingin segera terpuaskan dengan hubungan intim bersama pria. 



"AAhhhh, Nak .. angap saja Bapak ini , Narto ya Nak.. ??” 

“OOOouhh Bapak gak tahhann….," 

Bapak tetap menindih dan kini pinggulnya mulai naik turun diatas tubuh membuat penisnya bebas keluar masuk diliang meki yang sudah licin dan becek oleh cairanku sendiri. 

"Aiiiissshht……..Nghhg.. aahsstt, Pak.." 

saya pun tak kuasa lagi menolak kontol Bapak yang mulai mengobati rasa gatal banget di mekiku. Dengan mata terpejam saya malah ikut mengimbangi goyangan Bapak dengan goyangan pinggul saya . 

Merasa saya tak melawan, Bapak pun semakin bringas melakukaan adegan seks , anak kandungnya sendiri . 


Kini sambil menggenjot ku, bibir Bapak menjelar menghisapi puting susu, sehingga adegan seks kami sempurna dan kenikmatan yang saya rasakan pun semakin melayang bila dibanding adegan seks dengan suami ku sendiri . 


Bapak memang sudah sedikit tua, namun dengan fisiknya yang masih kuat dan perkasa saya rasakan kontolnya pun masih normal dengan ukuran yang sedikit lebih besar dari punya Mas Narto. 

"Pakk.. Emi sepertinya mau kencing Pak AAahhh….uuh..sstt," 

“Syuuuururrrr,,,,,,criiitttt,,,,,,criiiittt…” 

Sepuluh menit ngeseks, saya rasakan kenikmatan mulai berpusat di pangkal paha, bokongku , ujung-ujung jari kaki ku, dan juga di lubang meki . 

Kedutan semakin terasa didinding mekiku, dan akhirnya saya rasakan kejang dibagian pinggul sampai kakiku, kakiku kemudian saya gunakan untuk menjepit pinggul Bapak dan menekannya agar lebih dalam penisnya bersarang di mekiku. 

Tangan ku memeluk tubuh Bapak yang berkeringat , Dalam kondisiku yang puncak ini, Bapak masih saaja menghantam dan menggejot dengan kontolnya beberapa kali sebelum akhirnya Bapak mengejang dan mengerang diatas tubuh ku. 

"Arrrrggggghhh NAk.. ahhhhh," 


Bapak kemrocos dan berbaring disampingku yang juga lemas tak bertenaga. Semua Tulang2ku seakan dicopoti saat itu, namun saya akui itulah kali pertama saya mengalami puncak nikmatnya ngeseks. 

Malam itu saya tidur bersama Bapak dirumahnya, dan paginya kami seperti melupakan kejadian itu. 

Saya pun pulang kerumah mertua pagi harinya, dan bersikap seperti biasa saat Mas Narto pulang melaut. sekian